Di teriknya matahari yang seakan ingin
membakar kulitku, aku harus mengais rejeki. Di jalanan, di perempatan, di
warung-warung, tak peduli betapa teriknya siang ini. Dengan lagu kudendangkan
juga dengan tangan menengadah. Pengemis, pengamen, mungkin itu kata yang lebih
tepat. Anak jalanan, anak terlantar, apapun kata mereka aku tak peduli. Buat
aku yang terpenting adalah bagaimana menyambung nyawaku.
Kutengok di balik gedung itu.
Nyamannya mereka, tidak kepanasan, duduk disana, mendapatkan pendidikan,
mendapatkan teman pula. Inginnya aku bersekolah. Tapi uang dari mana? Bagaimana
bisa? Kalaupun telah ada sekolah gratis, belum tentu yang lainnya gratis.
Kalaupun aku sekolah, bagaimana aku bisa mencari sesuap nasi? Sekali lagi aku
harus berkata, “Aku tak seberuntung mereka”.